Siapakah Gen Z? Potret Psikologis Generasi yang Lahir di Tengah Krisis dan Teknologi

Setiap generasi lahir dari konteks zamannya. Baby Boomers dibesarkan dalam masa pasca perang, Generasi X diwarnai transisi global, dan Milenial tumbuh bersama ledakan internet. Lalu, bagaimana dengan Generasi Z?

Gen Z umumnya lahir antara tahun 1997 hingga 2012 adalah generasi yang sejak awal kehidupannya sudah bersentuhan dengan teknologi. Jika Milenial adalah saksi awal berkembangnya media sosial, maka Gen Z adalah native di dalamnya. Mereka tidak mengenal dunia tanpa internet, dan hampir semua aspek kehidupan mereka terhubung dengan layar.

Dibentuk oleh Krisis

Gen Z tumbuh dalam realitas yang penuh gejolak. Mereka menyaksikan krisis ekonomi global, perubahan iklim, pandemi, hingga konflik sosial yang terekspos terang-benderang di media digital. Paparan terhadap ketidakpastian ini membentuk pola pikir yang berbeda: di satu sisi mereka adaptif dan cepat belajar, di sisi lain mereka juga lebih mudah cemas terhadap masa depan.

Secara psikologis, kondisi ini memunculkan kesadaran kolektif akan kerentanan hidup. Tidak heran jika isu kesehatan mental, perubahan iklim, hingga keadilan sosial menjadi bagian penting dari identitas Gen Z.

Karakteristik Psikologis Gen Z

Beberapa ciri psikologis yang menonjol pada Gen Z antara lain:

  • Digital Native: dunia virtual adalah rumah kedua, bahkan kadang lebih nyaman dari dunia nyata. Mereka lebih nyaman berhubungan dengan orang lain melalui media sosial yang dimilikinya.
  • Kritis dan Selektif: terbiasa menyaring informasi yang membanjiri feed mereka setiap hari. Banyaknya informasi yang masuk di feed memaksa mereka berpikir mana yang betul dan mana yang salah.
  • Butuh Validasi: like, comment, atau share bisa memengaruhi harga diri mereka. Pengakuan menjadi kebutuhan mereka.
  • Kreatif dan Cepat Beradaptasi: mereka bisa menguasai hal baru dengan cepat, termasuk tren yang terus berubah. Bahkan mereka dengan mudah bisa menciptakan trend baru.
  • Rentan Cemas: tekanan akademik, perbandingan sosial, dan isu global membuat mereka mudah overthinking. Informasi yang mereka terima sering membuat mereka menjadi ambisius namun mudah cemas ketika mereka gagal mendapatkan sesuatu.

Antara Kekuatan dan Kerentanan

Meski sering digambarkan sebagai generasi yang rapuh, sesungguhnya Gen Z juga memiliki resiliensi yang kuat. Mereka belajar mengekspresikan emosi lebih terbuka dibanding generasi sebelumnya. Mereka berani bicara tentang mental health, mencari komunitas yang mendukung, dan menggunakan teknologi untuk menciptakan peluang baru.

Mungkin inilah paradoks Gen Z: mereka hidup di antara dua dunia, satu dunia penuh krisis yang membuat mereka rentan, dan dunia digital yang memberi mereka ruang untuk membangun kekuatan.

Memahami Gen Z berarti melihat lebih dalam dari sekadar stereotip “generasi rebahan” atau “terlalu main HP”. Di balik layar ponsel, ada generasi yang sedang berjuang menemukan identitas, mencari arah, dan menavigasi hidup di tengah dunia yang penuh ketidakpastian.

Pertanyaannya bukan lagi “apa yang salah dengan Gen Z?”, melainkan “bagaimana kita bisa memahami dan mendukung mereka agar potensinya bisa tumbuh maksimal?”

STRES AKADEMIK

Di Indonesia, masalah kesehatan mental di kalangan anak-anak dan remaja semakin meningkat. Data dari Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) menunjukkan bahwa sekitar 9,8% remaja di Indonesia mengalami … Selengkapnya>

BURN OUT

Apa Itu Burnout? Pernah dengar kata burn out? Tingkat kesibukan jaman sekarang sering membuat seseorang merasakan kelelahan yang sampai mengganggu kesehatan mental dan fisik. keadaan ini disebut burn out. Burnout … Selengkapnya>